Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk
suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan bersama.
Penduduk yang dimaksud dapat berupa antarperorangan (individu dengan individu),
antara individu dengan pemerintah suatu negara atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain. Di banyak negara,
perdagangan internasional menjadi salah satu faktor utama untuk meningkatkan GDP.
Meskipun perdagangan internasional telah terjadi selama ribuan tahun (lihat Jalur Sutra, Amber Road), dampaknya terhadap kepentingan ekonomi, sosial,
dan politik baru dirasakan beberapa abad belakangan. Perdagangan internasional
pun turut mendorong Industrialisasi, kemajuan transportasi, globalisasi, dan kehadiran perusahaan multinasional.
13.1 Teori
Perdagangan Internasional
Menurut Amir M.S., bila dibandingkan dengan pelaksanaan
perdagangan didalam negeri, perdagangan internasional sangatlah rumit dan
kompleks. Kerumitan tersebut antara lain disebabkan
karena adanya batas-batas politik dan kenegaraan yang dapat menghambat perdagangan, misalnya dengan adanya bea, tarif,
atau quota barang impor.
Selain itu kesullitan lainnya timbul
karena adanya perbedaan budaya, bahasa, mata uang, taksiran dan timbangan, dan hukum
dalam pedagangan. Model Ricardian memfokuskan pada kelebihan
komparatif dan mungkin merupakan
konsep paling penting dalam teori perdagangan internasional.
Manfaat atau keuntungan perdagangan
internasional dapat dijelaskan dengan dua teori yaitu:
1.
Teori
keunggulan mutlak (absolut advantage theory)
Teori ini dikemukakan oleh Adam
Smith dalam bukunya The Wealth of Nations (1776) yang menyebutkan bahwa suatu negara dikatakan mempunyai
keunggulan mutlak atas barang tertentu apabila negara tersebut mampu
memproduksinya dengan biaya lebih rendah dibanding negara lain. Dalam rangka
mencapai keunggulan multak. Adam
Smith mengemukakan ide tentang pembagian kerja internasional (spesialisasi).
Dengan adanya spesialisasi internasional ini akan memiliki keuntungan.
2.
Teori
keunggulan komparatif (comparative advantage theory)
Teori keunggulan komparatif pertama
kali diperkenalkan pada tahun 1817 oleh David Ricardo, karena itu biasa disebut
juga sebagai prinsip keunggulan komparatif Ricardian. Dalam teori ini Ricardo merasa
kurang puas dengan teori Adam Smith, kemudian diperbaiki dengan mengajukan dua
perbedaan dalam perdagangan:
·
Perdagangan
dalam negeri
·
Perdagangan
luar negeri
13.2
Perkembangan Ekspor Indonesia
Ekspor
merupakan salah satu variable injeksi dalam perekonomian suatu negara, artinya
jika ekspor suatu negara meningkat maka perekonomian negara tersebut akan lebih
meningkat lagi, karena adanya proses multipler dalam perekonomian tersebut.
Ekspor
adalah barang dan jasa yang diproduksi didalam negara dan dijual diluar negeri.
(Mankiw, 2004: 240). Jika suatu negara membuka perdagangan internasional dan
menjadi pengekspor suatu barang, maka produsen domestic barang tersebut akan
diuntungkan dan konsumen domestic barang tersebut akan dirugikan. Pembukaan
perdagangan internasional akan menguntungkan negara yang bersangkutan
secara keseluruhan karena keuntungan yang diperoleh melebihi kerugian nya
(Mankiw, 2006 : 221).
Dalam
analisis keseimbangan pendapatan nasional dalam perekonomian terbuka diandaikan
Ekspor merupakan pengeluaran otonomi, yaitu ia tidak ditentukan oleh pendapatan
nasional. Ekspor terutama ditentukkan oleh harga relative barang dalam negeri
dipasaran luar negeri, kemampuan barang dalam negeri untuk bersaing dipasaran
dunia, dan citarasa penduduk di negara-negara lain terhadap barang yang
diproduksikan suatu Negara (Sukirno, 2004 : 222).
Dari
studi pertumbuhan ekonomi selama periode 1968 – 1984 yang dilakukan oleh Bela
Balassa (1986) terhadap sekelompok luar negara-negara yang sedang berkembang
yang dibedakan antara negaranegara yang berorientasi keluar (Outward – Oriented
Countries) dan Negara-negara yang berorientasi kedalam ( Inward- oriental
countries) menemukan bahwa negara-negara yang menerapkan strategi pembangunan yang
berorientasi keluar memiliki kinerja pertumbuhan ekonomi yang jauh lebih baik
dari pada negara-negara yang menerapkan strategi pembangunan yang berorientasi
kedalam atau substitusi impor
Berdasarkan
studi dilakukan Hollis Chemery terhadap 20 negara yang sedang berkembang
menemukan bahwa total input productivity total meningkat diatas 3 persen
pertahun di negara-negara yang menerapkan Outward oriented atau export- led
strategies, sedangkan negara-negara yang menerapkan inward – oriented pertumbuhannya
hanya 1 persen (Nanga, 2005 : 302).
Perumusan masalah yang akan diteliti
adalah sebagai berikut :
1.
Berapa besar luar peranan total
ekspor terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) di Indonesia
2.
Berapa besar peranan ekspor migas
terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) di Indonesia
3.
Berapa besar peranan ekspor non
migas terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) di Indonesia
Tujuan Penelitian ini ingin mengetahui
peranan ekspor terhadap perekonomian (PDB) di Indonesia
METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam tulisan
ini adalah telaah pustaka yang ditunjang dengan analisis deskriptif kuantitatif
terhadap data-data sekunder. Data sekunder yang digunakan adalah data perkembangan
ekspor dan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia yang bersumber dari Badan
Pusat Statistik Jakarta.
Untuk mengetahui peranan ekspor
tersebut digunakan persamaan Regresi Linear sederhana.
Y = a + b xi
Y = Produk Domestik Bruto (PDB) (miliar rupiah)
Xi = Nilai ekspor → I =1,2,3.
X1 = Nilai Total ekspor (juta US $)
X2 = Nilai total ekspor migas (juta US $)
X3 = Nilai total ekspor non migas (juta US $)
kc = Konstanta
b = Koefisien Regresi (multiplier ekspor)
Dari persamaan regresi tersebut
dihitung multiplier ekspor yang diperoleh dari angka koefesien regresi
tersebut. Karena multiplier ekspor adalah angka yang menunjukkan berapa besar
perubahan PDB akibat adanya perubahan nilai ekspor. Multiplier ekspor adalah
perbandingan nilai pertambahan PDB dengan nilai pertambahan ekspor (Δ PDB / Δ
ekspor atau dy) dx Dari persamaan regresi tersebut dihitung multiplier ekspor
yang diperoleh dari angka koefesien regresi tersebut. Karena multiplier ekspor
adalah angka yang menunjukkan berapa besar perubahan PDB akibat adanya
perubahan nilai ekspor. Multiplier ekspor adalah perbandingan nilai pertambahan
PDB dengan nilai pertambahan ekspor.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Peranan ekspor terhadap Produk
Domestik Bruto (PDB) di Indonesia dapat dilihat sebagai berikut :
1. Peranan total ekspor terhadap PDB
2. Peranan total ekspor migas terhadap
PDB
3. Peranan
total ekspor non migas terhadap PDB
Perkembangan Produk Domestik Bruto
(PDB) Indonesia selama periode 1993 – 2008 dapat dilihat pada tabel 1 berikut
ini :
Produk Domestik Bruto (PDB)
Indonesia tahun 1993 – 2008 (miliar rupiah).
Data PDB tahun 1993-2001 berdasarkan
harga konstan tahun 1993 dan data PDB tahun 2002-2008 berdasarkan
harga konstan 2000. Rata-rata laju pertumbuhan PDB dengan Migas selama periode
2000-2008 adalah 6,43% per tahun. Rata-rata laju pertumbuhan PDB
tanpa migas selama periode 2000-2008dalah 7,57 % per tahun.
Perkembangan nilai ekspor migas, non
migas dan total ekspor dapat dilihat pada tabel 2 berikut ini :
Dari tabel tersebut dapat diketahui
bahwa sebagian besar nilai total ekspor berasal dari ekspor nonmigas yaitu berkisar antara 73,53%-83,88%
selama periode 1993-2008. Sedangkan nilai ekspor migas berkisar antara 16,12%-26,47%
dari total ekspor. Perkembangan ekspor migas menurut
kelompok produk yang dihasilkan yaitu : minyak mentah, hasil
minyak dan gas alam selama periode
1993 – 2008 dapat dilihat pada tabel 3 berikut ini .
Tabel Perkembangan ekspor migas
menurut kelompok produk yang dihasilkan tahun
1993 – 2008 (juta US $).
Dari
tabel 3 tersebut dapat diketahui kontribusi nilai ekspor minyak mentah terhadap
total ekspor migas pada tahun 1993 sebesar 4.778,4 juta US $ (49.03%) dan
pada tahun 2008 sebesar 12.418,7 juta US $ (42,64%). Kontribusi nilai ekspor
hasil minyak terhadap total ekspor migas pada tahun 1993 sebesar 914,3 juta US
$ (9,38%) dan pada tahun 2008 meningkat menjadi 3.547,0 juta US $ (12,18%).
Kontribusi nilai ekspor gas alam terhadap total migas sebesar 4.052,7 juta US $
(41,58%) dan pada tahun 2008 meningkat menjadi 13.160.5 Juta US $ (45,18%).
Perkembangan niali ekspor non migas menurut kelompok produk yang dihasilkan
yaitu hasil pertanian, hasil industry, hasil tambang dan produk lainnya tambah
pasir alam dapat dilihat pada tabel 4 berikut ini :
Dari
tabel 4 tersebut dapat diketahui kontribusi nilai ekspor hasil pertanian
terhadap total nilai ekspor non migas pada tahun 1993 sebesar 2644,2 juta US $
(9,64%) dan pada tahun 2008 sebesar 4584,6 juta US $ (4,25%). Kontribusi nilai
ekspor hasil industri terhadap total nilai ekspor non migas pada tahun 1993
sebesar 23292,0 juta US $ (84,93%) dan pada tahun 2008 sebesar 88393,5 US $
(81,93%). Kontribusi nilai ekspor hasil tambang total nilai ekspor non migas
pada tahun 1993 sebesar 1463,9 juta US $ (5,34%) dan pada tahun 2008 sebesar
14906,1 juta US $ (13,82%). Kontribusi nilai ekspor lainnya + pasir alam
terhadap total nilai ekspor non migas pada tahun 1993 sebesar 25,2 juta US $
(0,09%) dan paa tahun 2008 menjadi 10,0 juta US $ ( 0,009%).
Dengan
menggunakan data PDB dengan migas dan data nilai total ekspor tahun 1993 – 2008
diperoleh persamaan regresi sebagai berikut :
Y = -1.398.000 + 47.423 X i
(16,358)
Koefisien korelasi r = 0,975
Koefisien Determinasi R2 = 0,95
Angka dalam kurung nilai t hitung
regresi bernilai 47,423 berarti
setiap kenaikan nilai ekspor satu juta US $, maka nilai PDB akan meningkat
sebesar 47,423 miliar rupiah. Angka koefisien regresi juga merupakan angka
multiplier ekspor. Dari persamaan tersebut dapat diperkirakan angka elastisitas
ekspor terhadap PDB.
E = dy.  ̄x = 47,423 . 6.6800 = 1,79
dx  ̄y 1770100
angka elastisitas total ekspor 1,79
berarti setiap kenaikan nilai total ekspor 1%, maka PDB akan naiksebesar 1,79%.
Tabel 5 : Angka multiplier ekspor
dan elastisitas ekspor di Indonesia menurut komiditi ekspor
13.3
Tingkat Daya Saing
Daya
saing merupakan salah satu kriteria yang menentukan keberhasilan suatu negara
dalam perdagangan internasional. Berdasarkan badan pemeringkat daya saing
dunia, IMDWorld Competitiveness Yearbook 2006, posisi daya saing
Indonesia dalam beberapa tahun semakin menurun. IMDWorld Competitiveness
Yearbook (WCY) adalah sebuah laporan mengenai daya saing negara yang
dipublikasikan sejak tahun 1989. Pada tahun 2000, posisi daya saing Indonesia
menduduki peringkat 43 dari 49 negara. Tahun 2001 posisi daya saing Indonesia
semakin menurun, yaitu menduduki peringkat 46. Selanjutnya, tahun 2002 posisi
daya saingnya masih menduduki posisi bawah, yaitu peringkat 47. Lalu, tahun
2003, posisi daya saingnya malah makin terpuruk, yaitu menduduki peringkat 57.
Tahun 2004 menduduki peringkat 58. Tahun 2005 Indonesia menduduki posisi 58.
Tahun 2006 Indonesia telah menduduki posisi 60.
Tabel I.1 Posisi Daya Saing Indonesia
Negara
|
2000
|
2001
|
2002
|
2003
|
2004
|
2005
|
2006
|
USA
|
1
|
1
|
1
|
1
|
1
|
1
|
1
|
Singapura
|
2
|
3
|
8
|
4
|
2
|
3
|
3
|
Malaysia
|
26
|
28
|
24
|
21
|
16
|
28
|
23
|
Korea
|
29
|
29
|
29
|
37
|
35
|
29
|
38
|
Jepang
|
21
|
23
|
27
|
25
|
23
|
21
|
17
|
Cina
|
24
|
26
|
28
|
29
|
24
|
31
|
19
|
Thailand
|
31
|
34
|
31
|
30
|
29
|
27
|
32
|
Indonesia
|
43
|
46
|
47
|
57
|
58
|
59
|
60
|
·
Sumber: IMD World
Competitiveness Yearbook (WCY)
·
Faktor
dalam menentukan daya saing menurut IMD World Competitiveness Yearbook terbagi
menjadi 4 kategori yaitu, kinerja ekonomi, efisiensi pemerintah, efisiensi
bisnis, infrastruktur. Setiap kategori memiliki beberapa kriteria. IMD World
Competitiveness Yearbook (WCY) memeringkat dan menganalisis kemampuan suatu
negara dalam menciptakan dan menjaga lingkungan di mana perusahaan dapat
bersaing. Persaingan akan membawa suatu negara lebih kompetitif dibandingkan
dengan negara lain.
---------------------
Sumber Referensi :
No comments:
Post a Comment