BENTUK USAHA BERBADAN HUKUM
Membentuk
badan usaha merupakan dasar penting apabila kita akan membangun suatu bisnis
sendiri. Keberadaan badan usaha yang berbadan hukum dalam suatu perusahaan baik
perusahaan kecil, menengah atau besar akan melindungi perusahaan dari segala
tuntutan akibat aktivitas yang dijalankan oleh perusahaan tersebut.
Meskipun
begitu, dalam menjalankan suatu usaha tidak diwajibkan bagi seorang Pengusaha
untuk mendirikan sebuah badan hukum. Hal tersebut merupakan suatu pilihan bagi
Pengusaha untuk menentukan bentuk dari penyelenggaraan usaha yang cocok untuk
kegiatan usaha yang dijalankannya. Namun, untuk beberapa jenis usaha tertentu
yang memang diwajibkan menurut peraturan perundang-undangan harus berbentuk
badan usaha yang merupakan badan hukum seperti Bank, Rumah Sakit, penyelenggara
satuan pendidikan formal.
Badan usaha
merupakan kesatuan yuridis dan ekonomis atau kesatuan organisasi yang terdiri
dari faktor-faktor produksi yang bertujuan mencari keuntungan. Badan usaha
adalah rumah tangga ekonomi yang bertujuan mencari laba dengan faktor-faktor
produksi.
Sebuah
usaha akan dikatakan telah berbadan hukum jika telah memiliki minimal “Akte
pendirian” yang disahkan oleh notaris, ditandantangani dengan materai dan segel
serta ditamba lagi dengan adanya SIUP (Surat Ijin Mendirikan Usaha) dan
SK mentri kehakiman dan hak asasi manusia yang diterima dalam pengesahan akte
pendirian.
YAYASAN
A.
Pengertian Yayasan
Yayasan
(Inggris:
foundation) adalah suatu badan hukum yang mempunyai
maksud dan tujuan bersifat sosial, keagamaan dan kemanusiaan, didirikan dengan
memperhatikan persyaratan formal yang ditentukan dalam undang-undang. Di
Indonesia, yayasan diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan. Rapat
paripurna DPR pada
tanggal 7 September 2004 menyetujui undang-undang ini, dan Presiden RI Megawati Soekarnoputri mengesahkannya pada
tanggal 6 Oktober 2004.
Menurut
Mr. Paul Scholten sebagai
berikut: “Yayasan adalah suatu
badan hukum yang dilahirkan oleh
suatu pernyataan sepihak. Pernyataan
itu harus berisikan pemisahan suatu
kekayaan untuk tujuan
tertentu dengan menunjukkan
bagaimanakah kekayaan itu diurus atau digunakan.
Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia, yayasan adalah badan hukum yg tidak mempunyai anggota, dikelola oleh
sebuah pengurus dan didirikan untuk tujuan sosial (mengusahakan layanan dan
bantuan spt sekolah, rumah sakit)
Menjadi
pertanyaan sekarang adalah kapankah suatu yayasan itu memperoleh kedudukan sebagai
badan hukum? Menurut Paul
Scholten maupun Pitlo, ”Kedudukan badan hukum itu diperoleh bersama-sama dengan
berdirinya yayasan itu”. Berdasarkan
hal tersebut, pendapat ini menurut Ali Rido dapat berlaku juga di
Indonesia”.
B.
Status Badan Hukum Yayasan
Sebelum berlakunya Undang-undang Yayasan,
sebagai badan hukum (recht persoon) yayasan sudah sejak lama diakui dan
tidak diragukan. Leskipun belum ada undang - undang yang mengaturnya. Dalam
lalu lintas hukum sehari-hari, Yayasan diperlakukan sebagai legal entity.
Yayasan sebagai badan hukum telah diterima
di Belanda dalam suatu yurisprudensi Tahun 1882 Hoge Raad, yang
merupakan badan peradilan tertinggi di negeri Belanda berpendirian bahwa
Yayasan sebagai badan hukum adalah sah menurut hukum dan karenanya dapat
didirikan. Pendirian Hoge Raad tersebut diikuti oleh Hoode Gerech Shof di Hindia Belanda
(sekarang Indonesia) dalam putusannya dari tahun 1889.
Meskipun
sebelumnya Yayasan di Indonesia belum ada undang-undang yang mengaturnya,
beberapa pakar hokum Indonesia diantaranya Setiawan
S. H, Prof. Soebekti serta Prof. Warjono Projodikoro berpendapat Yayasan
merupakan Badan Hukum.
Setiawan, SH berpendapat bahwa
Yayasan adalah badan hukum serta walaupun tidak ada peraturan tertulis mengenai
Yayasan praktek hukum dan kebiasaan membuktikan bahwa di Indonesia itu dapat
didirikan suatu Yayasan bahwa Yayasan berkedudukan sebagai badan hukum.
Prof. Soebekti menyatakan bahwa Yayasan adalah suatu badan hukum di bawah pimpinan suatu
badan pengurus dengan tujuan sosial dan tujuan yang legal.
Prof. Wirjono Prodjodikoro dalam bukunya berjudul “Hukum Perdata Tentang Persetujuan-Persetujuan
Tertentu”, berpendapat bahwa Yayasan adalah badan hukum. Dasar suatu
Yayasan adalah suatu harta benda kekayaan yang dengan kemauan memiliki
ditetapkan guna mencapai suatu tujuan tertentu. Pengurus yayasan juga
ditetapkan oleh pendiri Yayasan itu. Pendiri dapat mengadakan peraturan untuk
mengisi lowongan dalam pengurus. Sebagai badan hukum yang dapat turut serta
dalam pergaulan hidup di masyarakat, artinya dapat dijual beli, sewa-menyewa
dan lain - lain dengan mempunyai kekayaan terpisah dari barang-barang, kekayaan
orang- orang yang mengurus Yayasan itu.
Adapun
yang dimaksud dengan Yayasan dalam Pasal 1 Undang-undang Nomor 16 Tahun 2001
tentang Yayasan, yaitu: “Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas
kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu
dibidang sosial keagamaan dan kemanusiaan yang tidak mempunyai anggota”.
Berdasarkan pengertian Yayasan ini,
Yayasan diberikan batasan yang jelas dan diharapkan masyarakat dapat memahami
bentuk dan tujuan pendirian Yayasan tersebut.
Sehingga tidak terjadi kekeliruan persepsi tentang Yayasan dan tujuan
diberikannya Yayasan. Yang geraknya terbatas di bidang sosial, keagamaan dan
kemanusiaan sehingga tidak dipakai sebagai kendaraan untuk mencari keuntungan.
Yayasan dipandang sebagai subyek hukum
karena memenuhi hal-hal sebagai berikut:
1.
Yayasan adalah perkumpulan orang.
2.
Yayasan dapat melakukan perbuatan hukum
dalam hubungan hukum.
3.
Yayasan mempunyai harta kekayaan sendiri.
4.
Yayasan mempunyai pengurus.
5.
Yayasan mempunyai maksud dan tujuan.
6.
Yayasan mempunyai kedudukan hukum
(domisili) tempat.
7.
Yayasan dapat digugat atau menggugat di muka
pengadilan.
Sehingga dari unsur-unsur yang tersebut di atas dapat diberikan suatu
kesimpulan bahwa Yayasan memenuhi syarat sebagai badan hukum dimana Yayasan
memiliki harta kekayaan sendiri, dapat melakukan perbuatan hukum dalam hubungan
hukum, memiliki maksud dan tujuan serta unsur-unsur lainya sehingga Yayasan
persamakan statusnya dengan orang- perorangan.
Dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan
lebih memperjelas lagi bahwa yayasan adalah suatu badan hukum dimana dulu badan
hukum didasarkan atas kebiasaan dan yurisprudensi, kini status badan hukumnya
jelas.
Berdasarkan batasan Yayasan tersebut di atas, disamping juga sudah
dipastikan status badan hukumnya, Yayasan juga memiliki unsur-unsur suatu badan
hukum seperti memiliki kekayaan yang dipisahkan (sendiri) juga Yayasan memiliki
maksud dan tujuan.
Dalam Pasal 9 ayat (1) dan (2) Undang-undang Nomor 16 Tahun 2001 dijelaskan
tentang cara berdirinya Yayasan, yang berbunyi:
1. Yayasan didirikan oleh satu orang atau lebih dengan memisahkan sebagian
harta kekayaan pendirinya sebagai kekayaan awal
2. Pendirian yayasan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dengan akta notaris dan dibuat
dalam bahasa Indonesia
Sekalipun sudah ditentukan status badan hukumnya, suatu Yayasan yang
pendiriannya sesuai tidak serta merta menjadi sebuah badan hukum bilamana sudah
dibuat akta pendiriannya di hadapan notaris.
Guna mendapatkan status badan hukum sebuah Yayasan harus melalui proses
pengesahan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia seperti
yang tercantum dalam Pasal 11 ayat 1 yang berbunyi:
1. Yayasan memperoleh status badan hukum setelah akta pendirian
2. Yayasan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 29 ayat 2memperoleh pengertian dari Menteri.
Dengan dijelaskan prosedur memperoleh status badan hukum menjadikan hasil
yang jelas bahwa Yayasan adalah badan hukum dan atas hal ini diharapkan tidak
ada lagi keragu-raguan tentang status badan hukum Yayasan.
C.
Yayasan Terdiri Atas Kekayaan yang
Dipisahkan
Sebuah badan hukum sudah tentu Yayasan
memiliki kekayaan yang tersendiri, dipisahkan dari para pendiri sebagaimana
disimpulkan yang dapat ditarik pada ketentuan Pasal 1 Undang-undang Nomor 16
Tahun 2001 tentang Yayasan kemudian ditekankan lagi bahwa yayasan tidak
mempunyai anggota.
Hal ini dianggap sudah cukup jelas oleh
pembuat undang-undang sehingga tidak perlu dijelaskan lebih lanjut dalam
penjelasan, ketentuan Pasal 1 ayat 1 juncto Pasal 26 ayat 1.
Berdasarkan hal tersebut dapat diketahui
bahwa sebuah yayasan selain merupakan kekayaan yang dipisahkan tidak terdiri
atas, orang-orang sehingga tentunya bukan berdiri atas badan hukum juga.
D.
Yayasan Tidak Terdiri dari Anggota
Sebagaimana sudah diuraikan pada
penjelasan di atas, yayasan tidak mempunyai anggota. Individu yang bekerja di
dalam yayasan baik pendiri, pembina, pengurus dan pengawas bukanlah anggota.
Hal inilah yang sedikit lain jika
dibandingkan badan hukum seperti Perseroan Terbatas yang terdiri atas saham dan
terdapat pemegang saham maupun koperasi yang memiliki anggota sehingga
konsekuensinya tidak ada yang memiliki kekayaan mereka untuk mendirikan yayasan
tetapi mereka sendiri bukan anggota dan atau pemilik yayasan tersebut.
Jika melihat dalam teori kekayaan yang
bertujuan maka tampaknya hal ini sesuai dengan kondisi yayasan dimana kekayaan
badan hukum terlepas dari yang memegangnya, sehingga hak-hak badan hukum
sebenarnya adalah kekayaan yang terikat oleh satu tujuan.
Karena kondisinya yang tidak mempunyai
anggota, akibatnya tidak ada keuntungan yang diperoleh yayasan dibagikan kepada
para pembina, pengurus maupun pengawas, hal ini secara tegas ditentukan dalam
Pasal 3 ayat (2) Undang-undang Nomor 16 Tahun 2001 yang berbunyi: “Yayasan
tidak boleh membagikan hasil kegiatan usaha kepada pembina pengurus dan
pengawas”.
Demikian juga ditentukan lebih lanjut
dalam Pasal 5 Undang-undang Nomor 16 Tahun 2001 yang menyebutkan: “Kekayaan
yayasan baik berupa uang, barang, maupun kekayaan lain yang diperoleh yayasan
berdasarkan undang-undang ini dilarang dialihkan atau dibagikan secara langsung
atau tidak langsung kepada pembina, pengurus, dan pengawas, karyawan atau pihak
lain yang mempunyai kepentingan terhadap yayasan.”
Keuntungan yang didapat oleh yayasan dalam menjalankan usahanya
tersebut digunakan untuk mencapai tujuan tertentu yang sudah ditentukan oleh
para pendiri pada saat pendirian yayasan tersebut. Kondisi inilah yang
diharapkan oleh para pembuat undang-undang sehingga yayasan tidak didirikan
untuk berlindung di balik status badan hukum yayasan, namun digunakan untuk
memperkaya para pendiri, pengurus.
Singkatnya kekayaan yang dimiliki oleh
yayasan adalah milik tujuan yayasan itu baik berupa sosial, keagamaan maupun
kemanusiaan.
E.
Organ Yayasan
Sebagai sebuah badan hukum, yayasan
mempunyai suatu badan yang membentuk kehendaknya dengan perantara alat-alat
atau organ-organ badan tersebut.
Di sini tampaklah bahwa sebagai sebuah
organisasi dalam hukum segala tindakan dari yayasan diwakilkan oleh organ-organ
pengurusnya, apa yang diputuskan oleh organ tersebut adalah keputusan dari
yayasan itu.
Yayasan sebagai organisme dalam hukum,
dalam kegiatan rutin maupun tertentu yayasan dibina, diurus, dan diawasi oleh
organ yayasan. Adapun sesuai ketentuan Pasal 2 Undang-undang Nomor 16 Tahun
2001 menyebutkan: “Yayasan mempunyai organ yang terdiri dari pembina,
pengurus dan pengawas”.
1.
Pembina
Pembina dalam yayasan memiliki kedudukan tertinggi dimana pengawas
sebagaimana ditentukan dalam Pasal 28 ayat (1) Undang-undang Nomor 16 Tahun
2001 yang berbunyi: “Pembina adalah organ yayasan yang mempunyai kewenangan
yang tidak diserahkan kepada pengurus atau pengawas oleh undang-undang ini atau
anggaran dasar”.
Kewenangan yang diberikan kepada
adalah kewenangan yang benar, karena pada umumnya pembina adalah pendiri
yayasan tersebut, walaupun ada kemungkinan pembina adalah pendiri yayasan
tersebut, walaupun ada kemungkinan pembina dapat diangkat oleh rapat pembina
jika calon pembina tersebut dinilai diangkat oleh rapat pembina jika calon
pembina tersebut dinilai mempunyai dedikasi yang tinggi untuk mencapai maksud
dan tujuan yayasan, maupun penyingkatan sesuai Pasal 28 ayat 3 Undang-undang
Nomor 16 Tahun 2001. Kewenangan yang besar tersebut sesuai ketentuan Pasal 28
ayat (2) Undang-undang Nomor 16 Tahun 2001 berbunyi:
Kewenangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi:
a. Kebutuhan mengenai perubahan anggaran dasar.
b. Pengangkatan dan pemberhentian anggota pengurus dan anggota pengawas.
c. Penetapan kebijakan umum yayasan berdasarkan anggaran dasar yayasan.
d. Penyelesaian program kerja dan rancangan anggaran tahunan yayasan.
e. Penetapan keputusan mengenai penggabungan
atau pembubaran yayasan.
Dengan kewenangan tersebut di atas tampaknya seperti segalanya ditentukan
dan diatur oleh pembina. Namun jika dicermati ketentuan Pasal 28 ayat (1)
Undang-undang Nomor 16 Tahun 2001 tersebut di atas, kewenangan tersebut hanya
kewenangan yang tidak diserahkan kepada pengurus atau pengawas. Sehingga
disamping kewenangan pembina ternyata ada juga kewenangan pengurus dan
pengawas, jadi sesungguhnya pembina. mengangkat pengurus dan pengawas, namun
pembina tidak boleh mencampuri urusan pengurus dan pengawas, hal ini dipertegas
kembali dalam ketentuan Pasal 29 Undang-undang Nomor 16 Tahun 2001 yang
berbunyi: “Anggota pembina tidak boleh merangkap sebagai anggota pengurus
dan atau anggota pengawas. Demikian juga ketentuan Pasal 31 ayat 3 juncto Pasal
40 ayat (4)”.
Yang dapat dilakukan oleh pernbina adalah menilai tindakan pengurus dalam menjalankan
kegiatannya mengurus yayasan tanpa anggota tetapi yayasan mempunyai pengurus
kekayaan dan penyelenggaraan tujuannya.
Kewenangan yang diberikan kepada pembina adalah kewenangan yang besar,
karena pada umumnya pembina adalah pendiri
yayasan tersebut, walaupun ada kemungkinan pembina dapat diangkat oleh rapat
pembina jika dalam pembina tersebut dinilai mempunyai dedikasi yang tinggi
untuk mencapai maksud dan tujuan yayasan, maupun pengangkatan sesuai Pasal 28
ayat (3) Undang-undang Nomor 16 Tahun 2001.
Pembinaan bukanlah badan tertinggi dalam yayasan tidak seperti yang
ditentukan RUPS dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas
Pasal 1 ayat (3) yang berbunyi: “Rapat umum pemegang saham yang selanjutnya
disebut RUPS adalah orfan perseroan yang memegang kekuasaan tertinggi dalam
perseroan dan memegang segala wewenang yang tidak diserahkan kepada direksi dan
komisaris.”
- Pengurus
Pengurus adalah organ dalam yayasan yang melaksanakan kegiatan/ pengurusan
yayasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) Undang-undang Nomor 16
Tahun 2001. Adapun guna menjalankan kegiatan pengurus, maka organ pengurus
terbagi atas:
a.
Ketua.
b.
Sekretaris.
c.
Bendahara.
Karena pengurus diberikan wewenang untuk menjalankan kegiatan yayasan, maka pengurus
bertanggung jawab untuk kepentingan dan tujuan yayasan.
- Pengawas
Pengawas adalah organ dalam yayasan yang diberikan tugas untuk melaksanakan
pengawasan serta memberi nasehat kepada pengurus dalam menjalankan kegiatan
yayasan tentang pengertian pengawas yayasan ini termuat dalam Pasal 40
Undang-undang Nomor 16 Tahun 2001.
Pengawas di dalam menjalankan tugasnya wajib dengan itikad baik dengan
penuh tanggung jawab menjalankan tugas untuk kepentingan yayasan seperti yang
dimuat dalam Pasal 40 Undang-undang Nomor 16 Tahun 2001.
F.
Pendirian Yayasan
Sebagai badan hukum
yayasan didirikan oleh satu orang atau lebih dengan memisahkan sebagian harta
kekayaan pendirinya sebesar kekayaan awal sesuai dengan Pasal 9 Undang - Undang
Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan.
Adapun yang dimaksud
sebagai orang dalam ketentuan tersebut di atas, dalam penjelasannya dikatakan
bahwa yang dimaksud dengan orang adalah orang perseorangan atau badan hukum.
Disamping itu yayasan
juga dapat didirikan berdasarkan surat wasiat [Pasal 9 ayat (3) Undang-undang
Nomor 16 Tahun 2001]. Disini penerima wasiat bertindak mewakili pemberi wasiat
[Pasal 10 ayat (2) Undang-undang Nomor 16 Tahun 2001].
Pendirian yayasan
berdasarkan wasiat dilaksanakan karena bila tidak dilaksanakan, maka pihak yang
berkepentingan dapat meminta pengadilan pemerintah, ahli waris atau menerima
wasiat yang bersangkutan untuk melaksanakan wasiat tersebut [Pasal 10 ayat (3)
Undang-undang Nomor 16 Tahun 2001].
Pendirian yayasan
dilakukan dengan Akta Notaris dan dibuat dalam Bahasa Indonesia, hal ini sudah
ditentukan tegas dalam Pasal 9 ayat (2) Undang-undang Nomor 16 Tahun 2001,
sehingga pembuatan akta secara notarial adalah syarat mutlak yang harus
dipenuhi dengan memenuhi segala ketentuan notaris dalam pembuatan akta, baik
pembacaan, waktu, wilayah kewenangan notaris maupun penandatanganan.
Tidak seperti Perseroan Terbatas yang didirikan berdasarkan perjanjian, maka pendirian
yayasan dapat dilakukan melalui perjanjian jika dilakukan oleh 2 (dua) orang
pendirian atau lebih namun dapat juga dilakukan tanpa perjanjian yaitu melalui
wasiat, sebagaimana dilakukan tanpa perjanjian yaitu melalui wasiat,
sebagaimana ditentukan dalam ketentuan Pasal 9 ayat (3) Undang-undang Nomor 16
Tahun 2001.
Teknik-teknik Pengembangan Yayasan
Teknik
pengembangan organisasi dapat diguanakan untuk memperbaiki efektifitas
perseorangan, hubungan pekerjaan antara 2 atau 3i ndividu, pemfungsian
kelompok-kelompok, hubungan antara kelompok atau efektifitas yayasan secara
keseluruhan. Teknik yang digunakan untuk kelompok sasaran yaitu:
·
Pengembangan organisasi untuk perseorangan
·
Pengembangan organisasi untuk dua atau tiga orang
·
Pengembangan organisasi untuk tim atau kelompok
·
Pengembangan organisasi untuk hubungan antar kelompok
·
Pengembangan organisasi untuk organisasi keseluruhan
Grid OD (Grid Organizational
Development)
Salah
satu teknik pengembangan organisasi yaitu Grid OD didasarkan atas kisi
manajerial dari Robert Blake dan Jane Mouton. Kini manajerial mengidentifikasika
berbagai kombinasi produksi dan karyawan, agar perhatian terhadap variabel
tersebut meningkat dalam Grid OD pengantar perubahan mempergunakan daftar
pertanyaan untuk menentukan gaya pada manajer atau pengelola sekarang, membantu
mereka untuk menguji kembali gayanya, dan bekerja menuju efektivitas.
Metode Pengembangan Organisasi OCA
(Organizational Capacity Assessment)
Salah
satu metode pengembanganorganisasi yang lain adalah Penjajakan kapasitas
organisasi. OCA merupakan metode pengembangan organisasi sejak dari menyusun
perangkap, melakukan penjajakan, hingga menyusun rencana pengembangan
organisasi serta pelaksanaan rencana pengembangan dan evaluasi atas pelaksanaan
rencana tersebut. Seluruh tahapan itu dilakukan oleh seluruh bagian yang ada dalam
organisasi atau secara representatif mewakili seluruh bagian yang ada. Prinsip
oca adalah partisipatif dalam seluruh proses pelaksnaan OCA serta kerahasiaan
atas proses dan hasil OCA.
Sumber :
https://id.wikipedia.org/wiki/Yayasan (28/04/16 10:44)
https://id.wikipedia.org/wiki/Yayasan#Pendirian_yayasan (28/04/16 10:59)
Analisis :
Yayasan yang kekayaannya berasal dari negara, bantuan luar negeri, atau pihak
lain, atau memiliki kekayaan dalam jumlah yang ditentukan pada Undang-undang
No. 16 Tahun 2001, wajib diaudit oleh akuntan publik dan laporan tahunannya
wajib diumumkan dalam surat kabar berbahasa Indonesia. Ketentuan ini
diberlakukan dalam rangka penerapan prinsip keterbukaan dan akuntabilitas pada
masyarakat. Semua ini didasarkan pada fakta bahwa masyarakat cenderung
mendirikan yayasan untuk berlindung di balik status badan hukum yayasan, yang
tidak hanya digunakan sebagai wadah mengembangkan kegiatan sosial, keagamaan,
dan kemanusiaan, tetapi juga memperkaya para pendiri, Pengurus, dan Pengawas.
Jadi, yayasan perlu membenahi administrasinya, termasuk pertanggungjawaban
keuangan, pengendalian internal, masalah organisasi, dan manajemen yang jelas.
No comments:
Post a Comment