Isu adalah masalah pokok yang berkembang di masyarakat atau suatu lingkungan yang belum tentu benar, serta membutuhkan pembuktian. Isu adalah topic yang menarik untuk didiskusikan dan sesuatu yang memungkinkan orang untuk mengemukakan pendapat yang bervariasi. Isu muncul dikarenakan adanya perbedaan nilai. Etik merupakan bagian dari filosofi yang berhubungan erat dengan nilai manusia dalm menghargai suatu tindakan, apakah benar atau salah dan apakah pernyataan itu baik atau buruk. Moral adalah keyakinan individu bahwa sesuatu adalah mutlak baik, atau buruk walaupun situasi berbeda. Teori moral mencoba menformulasikan suatu prosedur dan mekanisme untuk pemecahan masalah etik. Issue moral (etik) adalah topik yang penting berhubungan dengan benar dan salah dalam kehidupan sehari – hari, begitu juga dal dunia bisnis dan profesi. Didalam bisnis tidak jarang berlaku konsep tujuan menghalalkan segala cara. Bahkan tindakan yang berbau kriminal pun ditempuh demi pencapaian suatu tujuan. Kalau sudah demikian, pengusaha yang menjadi pengerak motor perekonomian akan berubah menjadi binatang ekonomi.
Terjadinya perbuatan tercela dalam dunia bisnis tampaknya tidak menampakan kecenderungan tetapi sebaliknya, makin hari semakin meningkat. Tindakan mark-up, ingkar janji, tidak mengindahkan kepentingan masyarakat, tidak memperhatikan sumber daya alam maupun tindakan kolusi dan suap merupakan segelintir contoh pengabdian para pengusaha terhadap etika bisnis. Secara sederhana etika bisnis dapat diartikan sebagai suatu aturan main yang tidak mengikat karena bukan hukum.
Isu etika yang signifikan dengan dunia bisnis dan profesi, diantaranya :
1. Benturan
Kepentingan
Benturan kepentingan adalah perbedaan antara
kepentingan ekonomis perusahaan dengan kepentingan ekonomis pribadi Direktur,
Komisaris atau pemegang saham utama di suatu perusahaan. Benturan kepentingan
ini dapat dikategorikan menjadi 8 jenis situasi sebagai berikut :
a) Segala konsultasi atau hubungan lain yang signifikan
atau berkeinginan mengambil andil di dalam aktivitas pemasok, pelanggan atau
pesaing (competitor).
b) Segala kepentingan pribadi yang berhubungan dengan
kepentingan perusahaan.
c) Segala hubungan bisnis atas nama perusahaan dengan
personal yang masih ada hubungan keluarga ( family ) dengan perusahaan
yang dikontrol oleh personal tersebut.
d) Segala posisi dimana karyawan dan pimpinan perusahaan
mempunyai pengaruh (control) terhadap evaluasi hasil pekerjaan atau kompensasi
dari personal yang masih ada hubungan keluarga.
e) Segala penggunaan pribadi maupun berbagai informasi
rahasia perusahaan demi suatu kepentingan pribadi, seperti anjuran untuk
membeli atau menjual barang atau produk milik perusahaan yang didasarkan atas
informasi rahasia tersebut.
f) Segala penjualan atau pembelian perusahaan yang
menguntungkan pribadi.
g) Segala penerimaan dari keuntungan seseorang atau
organisasi atau pihak ketiga yang berhubungan dengan perusahaan.
h) Segala aktivitas yang berkaitan dengan insider
trading atas perusahaan yang telah go public yang merugikan pihak lain.
Apabila situasi yang telah disebutkan terjadi atau
apabila individu tidak yakin apakah suatu situasi yang sedang terjadi merupakan
benturan kepentingan, maka harus segera dilaporkan hal – hal yang terkait
dengan situasi tersebut kepada petugas kepatuhan perusahaan.
Apabila manajemen senior perusahaan menetapkan bahwa
situasi tersebut menimbulkan kepentingan, maka mereka harus segera melaporkan
benturan kepentingan ini kepada komite pemeriksa. Berikut ini merupakan
beberapa upaya suatu perusahaan atau organisasi dalam menghindari benturan
kepentingan adalah sebagai berikut :
1.
Menghindari
diri dari tindakan dan situasi yang dapat menimbulkan benturan kepentingan
pribadi dengan perusahaan.
2.
Mengusahakan
lahan pribadi untuk digunakan sebagai kebun perusahaan yang dapat menimbulkan
potensi penyimpangan kegiatan pemupukan.
3.
Menyewakan
properti pribadi kepada perusahaan yang dapat menimbulkan potensi penyimpangan
kegiatan pemeliharaan.
4.
Mengungkapkan
dan melaporkan setiap kepentingan di luar pekerjaan perusahaan.
5.
Memiliki
bisnis pribadi yang sama dengan perusahaan.
6.
Menghormati
hak setiap insane perusahaan untuk memiliki kegiatan di luar jam kerja, di luar
pekerjaan dari perusahaan dan yang bebas dari benturan kepentingan.
7.
Tidak akan
memegang jabatan dalam suatu lemaga atau institusi lain di luar perusahaan
dalam bentuk apapun, kecuali telah mendapat persetujuan tertulis dari yang berwenang.
8.
Menghindari
diri dari memiliki kepentingan keuangan maupun non keuangan pada
suatu perusahaan atau organisasi pesaing.
9.
Menghindari
situasi atau perilaku yang dapat menimbulkan kesan, spekulasi atau kecurigaan
adanya benturan kepentingan.
10.
Mengungkapkan
atau melaporkan setiap kemungkinan benturan kepentingan pada suatu kontrak yang
telah disetujui maupun yang belum disetujui.
11.
Tidak akan
menginvestasikan dana atau melakukan ikatan bisnis pada individu atau pihak
lain yang mempunyai keterkaitan bisnis secara langsung ,aupun tidak langsung.
2. Etika dalam
Tempat Kerja
Dunia kerja
memang menyimpan banyak sisi, secara positif orang memang menaruh harapan dari
dunia kerja yaitu untuk memenuhi keperluan hidupnya. Namun tuntutan pekerjaan
pun bila tidak dihadapi dengan baik dapat membawa tekanan bagi pekerja sendiri.
Menyikapi hal tersebut mungkin ada hubungannya dengan fenomena maraknya
kegiatan eksekutif bisnis mendalami nilai-nilai agama. Mereka mengikuti
aktivitas keagamaan seperti tasawuf, kebaktian bersama dan lainnya untuk
mengkaji dan mengaplikasikan nilai-nilai luhur yang selama ini kerap hilang
dari dunia kerja.Kemerosotan nilai dalam dunia kerja juga diakui oleh ahli
filsafat Franz Magnis Suseno, bahwa etika dalam tempat kerja mulai tergeser
oleh kepentingan pencapaian keuntungan secepat-cepatnya. Eika sudah tidak ada
lagi dan kegiatan ekonomi hanya dimaknakan sebagai usaha mencari uang dengan
cepat. Akibatnya, perusahaan memberlakukan karyawan dengan buruk dan tidak
menghormati setiap pribadi.Etika dalam profesionalisme bisnis. Ada dua hal yang
terkandung dalam etika bisnis yaitu kepercayaan dan tanggung jawab. Kepercayaan
diterjemahkan kepada bagaimana mengembalikan kejujuran dalam dunia kerja dan
menolak stigma lama bahwa kepintaran berbisnis diukur dari kelihaian daya
saing. Sedangkan tanggung jawab diarahkan atas mutu output sehingga insan
bisnis jangan puas hanya terhadap kualitas kerja yang asal-asalan.Dalam
pandangan rasional tentang perusahaan, kewajiban moral utama pegawai adalah
untuk bekerja mencapai tujuan perusahaan dan menghindari kegiatan-kegiatan yang
mungkin mengancam tujuan tersebut. Jadi, bersikap tidak etis berarti menyimpang
dari tujuan-tujuan tersebut dan berusaha meraih kepentingan sendiri dalam
cara-cara yang jika melanggar hukum dapat dinyatakan sebagai salah satu bentuk
“kejahatan kerah putih”
Adapun
beberapa praktik di dalam suatu pekerjaan yang dilandasi dengan etika dengan
berinteraksi di dalam suatu perusahaan, misalnya:
a.
Etika
Terhadap Saingan
Kadang-kadang ada produsen berbuat
kurang etis terhadap saingan dengan menyebarkan rumor, bahwa produk saingan
kurang bermutu atau juga terjadi produk saingan dirusak dan dijual kembali ke
pasar, sehingga menimbulkan citra negatifdari pihak konsumen.
b.
Etika
Hubungan dengan Karyawan
Di dalam perusahaan ada
aturan-aturan dan batas-batas etika yang mengatur hubungan atasan dan bawahan,
Atasan harus ramah dan menghormati hak-hak bawahan, Karyawan diberi kesempatan
naik pangkat, dan memperoleh penghargaan.
c.
Etika dalam
hubungan dengan public
Hubungan dengan publik harus dujaga
sebaik mungkin, agar selalu terpelihara hubungan harmonis. Hubungan dengan
public ini menyangkut pemeliharaan ekologi, lingkungan hidup. Hal ini meliputi
konservasi alam, daur ulang dan polusi. Menjaga kelestarian alam, recycling
(daur ulang) produk adalah uasha-usaha yang dapat dilakukan perusahaan dalam
rangka mencegah polusi, dan menghemat sumber daya alam.
3.
Aktivitas
Bisnis Internasional – Masalah Budaya
Bagaimana
cara dan perilaku manusia melakukan sesuatu serta bagaimana suatu kelompok
individu membentuk kebiasaan. Kepemimpinan berperan sebagai motor yang harus
mampu mencetuskan dan menularkan kebiasaaan produktif di lingkungan organisasi.
Maka dengan demikian, masalah budaya perusahaan bukanlah hanya apa yang akan
dikerjakan sekolompok individu melainkan juga bagaimana cara dan tingkah laku
mereka pada saat mengerjakan pekerjaan tersebut. Seorang pemimpin memiliki
peranan penting dalam membentuk budaya perusahaan. Hal itu bukanlah sesuatu
yang kabur dan hambar, melainkan sebuah gambaran jelas dan konkrit. Jadi,
budaya itu adalah tingkah laku, yaitu cara individu bertingkah laku dalam
mereka melakukan sesuatu.
Perbedaan Sosial dan Budaya
Setiap perusahaan yang memiliki rencana menjalankan
bisnis di negara lain harus memahami perbedaan antara masyarakat dan budaya
negara tersebut dengan negara asalnya, beberapa perbedaan tentu saja cukup
jelas terlihat. Sebagai contoh, perusahaan harus memperhitungkan faktor bahasa
dalam melakukan penyesuaian terhadap pengepakan, tanda dan logo.
4.
Akuntabilitas
Sosial
Tujuan Akuntanbilitas Sosial, antara lain :
·
Untuk
mengukur dan mengungkapkan dengan tepat seluruh biaya dan manfaat bagi
masyarakat yang ditimbulkan oleh aktifitas-aktifitas yang berkaitan dengan
produksi suatu perusahaan
·
Untuk
mengukur dan melaporkan pengaruh kegiatan perusahaan terhadap lingkungannya,
mencakup : financial dan managerial social accounting, social auditing.
·
Untuk
menginternalisir biaya sosial dan manfaat sosial agar dapat menentukan suatu
hasil yang lebih relevan dan sempurna yang merupakan keuntungan sosial suatu
perusahaan.
5.
Manajemen
Krisis
Manajemen
krisis adalah respon pertama perusahaan terhadap sebuah kejadian yang dapat
merubah jalannya operasi bisnis yang telah berjalan normal. Artinya terjadi
gangguan pada proses bisnis ‘normal’ yang menyebabkan perusahaan mengalami
kesulitan untuk mengoptimalkan fungsi-fungsi yang ada, dan dengan demikian
dapat dikategorikan sebagai krisis.
Kejadian
buruk dan krisis yang melanda dunia bisnis dapat mengambil beragam bentuk.
Mulai dari bencana alam seperti Tsunami, musibah teknologi (kebakaran,
kebocoran zat-zat berbahaya) sampai kepada karyawan yang mogok kerja. Segala
kejadian buruk dan krisis, berpotensi menghentikan proses normal bisnis yang
telah dan sedang berjalan, membutuhkan penanganan yang segera (immediate) dari
pihak manajemen. Penanganan yang segera ini kita kenal sebagai manajemen krisis
(crisis management).
Saat ini,
manajemen krisis dinobatkan sebagai new corporate discipline. Manajemen krisis
adalah respon pertama perusahaan terhadap sebuah kejadian yang dapat merubah
jalannya operasi bisnis yang telah berjalan normal. Pendekatan yang dikelola
dengan baik sebagai respon terhadap kejadian itu terbukti secara signifikan
sangat membantu meyakinkan para pekerja, pelanggan, mitra, investor, dan
masyarakat luas akan kemampuan organisasi melewati masa
krisis. Aspek dalam Penyusunan Rencana Bisnis Setidaknya terdapat
enam aspek yang mesti kita perhatikan jika kita ingin menyusun rencana bisnis
yang lengkap. Yaitu tindakan untuk menghadapi :
1. Situasi darurat (emergency response),
2. Skenario untuk pemulihan dari bencana (disaster
recovery),
3. Skenario untuk pemulihan bisnis (business recovery),
4. Strategi untuk memulai bisnis kembali (business
resumption),
5. Menyusun rencana-rencana kemungkinan (contingency
planning), dan
6. Manajemen krisis (crisis management).
Penanganan Krisis Pada hakekatnya dalam setiap
penanganan krisis, perusahaan perlu membentuk tim khusus. Tugas utama tim
manajemen krisis ini terutama adalah mendukung para karyawan perusahaan selama
masa krisis terjadi. Kemudian menentukan dampak dari krisis yang terjadi
terhadap operasi bisnis yang berjalan normal, dan menjalin hubungan yang baik
dengan media untuk mendapatkan informasi tentang krisis yang terjadi. Sekaligus
menginformasikan kepada pihak-pihak yang terkait terhadap aksi-aksi yang
diambil perusahaan sehubungan dengan krisis yang terjadi. Dalam menghadapi
krisis dibutuhkan kepemimpinan yang efektif. Sang pemimpin mesti mengetahui
tujuan dan strategi yang jelas untuk mengatasai krisis. Tentu harus dilandasi
oleh rasa optimisme terhadap penyelesaian krisis. Mintalah dukungan dari semua
orang, dan tunjukkan bahwa perusahaan mampu menghadapi krisis yang terjadi ini
dengan baik. Tenangkan hati mereka. Ajaklah seluruh anggota organisasi untuk
terlibat dalam mencari dan menjalani solusi krisis yang telah disusun bersama.
Contoh Kasus
Kasus Tylenol Johnson & Johnson
Johnson &
Johnson adalah perusahaan manufaktur yang bergerak dalam pembuatan dan pemasaran
obat-obatan dan alat kesehatan lainnya di banyak negara di dunia.
Pada hari kamis tgl 30 September 1982, laporan mulai diterima oleh kantor pusat Johnson & Johnson bahwa adanya korban meninggal dunia di Chicago setelah meminum kapsul obat Extra Strength Tylenol. Tylenol adalah obat rasa nyeri yang di produksi oleh McNeil Consumer Product Company yang kemudian menjadi bagian anak perusahaan Johnson & Johnson.Kasus kematian ini menjadi awal penyebab rangkaian crisis management yang telah dilakukan oleh Johnson & Johnson.
Penyelidikan
terhadap kasus kematian itu menyatakan bahwa terkandung sianida di dalam
kemasan Tylenol. Sianida adalah bahan kimia yang digunakan untuk melakukan test
bahan baku di pabrik. Jika dikonsumsi oleh masusia maka akan menyebabakan kematian
mendadak. Awalnya temuan ini dibantah oleh perusahaan akibat salah komunikasi
namun keesokan harinya diumumkan langsung kepada media massa. Dugaan sementara
adalah ada sekelompok orang yang membeli Tylenol dalam jumlah besar kemudian
membubuhi sianida kedalamnya lalu menjual kembali Tylenol ke pasar.
Menjelang sore hari, perusahaan meyakini bahwa pembubuhan sianida bukan terjadi di pabrik Fort Washington, Pennsylvania, namun perusaahn tidak mau menannggung resiko dan memutuskan untuk menarik kembali peredaran semua 93.000 botol dari batch itu yang dibubuhi racun. Semua kegiatan promosi Tylenol pun dibatalkan.
Keesokan harinya,
pimpinan perusahaan menerima laporan lagi mengenai terdapatnya korban keenam
yang meminum kapsul Tylenol yang diproduksi di Round Rock, texas. Hal ini
tambah meyakinkan pimpinan perusahaan bahwa pembunuhan racun terjadi di Chicago
dan bukan dii pabrik Johnson & Johnson, sebab sangat mustahil untuk
melakukan pembubuhan racun pada dua pabrik pembuat Tylenol sekaligus.
1. Kenapa kasus bisa terjadi?
Kasus bermula pada bulan
September 1982, di mana tylenol yang merupakan salah satu produk Johson &
Johson terkontaminasi oleh racun sianida dan menyebabkan tujuh orang meninggal
di Chicago. Kasus meninggalnya konsumen tersebut menjadi sorotan oleh media
massa dan masyarakat Amerika Serikat dan diikuti tentang berbagai laporan dan
pemberitaan tentang 250 kematian dan penyakit sebagai akibat mengkonsumsi
kapsul Tylenol.
Jika dikaitkan dengan teori, isu
akan muncul ketika ada gap atau kesenjangan antara harapan publik dengan
aktivitas organisasi. Aktivitas organisasi atau dalam kasus ini adalah
perusahaan Johson & Johson tentu diharapkan mampu memberikan manfaat
kesembuhan bagi publik. Akan tetapi obat yang diproduksi oleh Johson & Johson
justru mengakibatkan kematian pada masyarakat di Chicago. Dari sini kemudian
isu bahwa Tylenol terkontaminasi racun sianida sehingga bisa menimbulkan
kematian orang yang mengkonsumsinya.
Sehingga bisa disimpulkan bahwa
kasus yang terjadi pada Johnson & Johnsonini disebabkan oleh adanya isu
tentang adanya racun sianida yang telah tercampur dalam kapsul Tylenol sehingga
mengakibatkan kematian pada beberapa orang di Chicago. Isu ini kemudian membuat
perusahaan mendapat banyak pemberitaan negatif dari media dan menimbulkan
kepanikan banyak orang. Pada kondisi inilah perusahaan dapat disebut mengalami
krisis.
2. Jenis dan Tahapan Isu
Isu eksternal adalah isu yang
mencakup peristiwa yang berkembang di luar organisasi yang berpengaruh langsung
atau tidak langsung pada aktivitas organisasi. Isu pada perusahaan Johnson
& Johnsondisebut isu eksternal karena isu terkait racun sianida yang
terkontaminasi dalam produk kapsul Tylenol telah berkembang hingga keluar dan
menyebar kemana-mana sehingga menurunkan reputasi perusahaan di mata publiknya.
Isu eksternal melanda Johnson and Johnson terkait dengan kasus tylenol yang
merupakan deffensive issue yaitu isu-isu yang cenderung memunculkan ancaman
terhadap organisasi (Kriyantono,2012:158). Isu ini muncul karena harapan publik
yang tidak terpenuhi mengenai produk tylenol yang seharusnya menyehatkan
konsumennya tapi justru menyebabkan kematian karena kandungan sianida di daerah
Chicago pada bulan September 1982.
Kasus Tylenol perusahaan Johnson
& Johnsonini dapat dikategorikan ke dalam beberapa tahap isu :
1.
Tahap
origin (potential stage).
Pada tahap ini, seseorang atau
sekelompok orang mengekspresikan perhatiannya pada isu dan memberikan opini.
Pada kasus Tylenol, tahapan pertama ditandai dengan mulai beredarnya kabar
tentang kematian tujuh orang di Chicago yang diduga karena dalam kapsul Tylenol
terdapat racun sianida. Kemudian disusul oleh berbagai pemberitaan di media
tentang 250 kematian dan penyakit sebagai akibat mengkonsumsi kapsul Tylenol.
- Tahap mediation dan amplifying (imminent stage/emerging).
Pada tahap ini, isu berkembang
karena isu-isu tersebut telah mempunyai dukungan publik, yaitu ada sekelompok
orang yang saling mendukung dan memberikan perhatian pada isu-isu tersebut.
Berdasarkan jurnal ini, Wall Street Journal yang menulis: “perusahaan lebih
memilih untuk kehilangan dalam jumlah yang besar daripada mengambil resiko
hingga lebih banyak orang yang terkena”. Sehingga kemudian muncul gerakan
“anti-perusahaan”. Dalam kasus ini tahap mediasi tidak begitu tampak.
- Tahap organization (current stage dan critical stage).
Pada tahap ini publik sudah mulai
mengorganisasikan diri dan membentuk jaringan-jaringan. Pada tahap current
stage, isu berkembang menjadi lebih populer karena media massa memberitakannya
berulang kali dengan eskalasi tinggi. Tahap ini terjadi ketika banyak media
memberitakan tentang kematian warga Chicago akibat mengkonsumsi kapsul Tylenol
yang mengandung asam sianida. Sehingga menimbulkan kekhawatiran dari masyarakat
setempat. Sedangkan pada tahap critical stage, terjadi ketika publik mulai
terbagi menjadi dua kelompok, setuju dan menentang. Pada tahap critical stage
publik mulai terbagi dalam dua kelompok setuju dan menentang. Pada tahap ini
media massa menaruh perhatian pada Johnson & Johnson memberikan apresiasi
terhadap perusahaan tersebut. Isu ini dapat diubah oleh Johnson & Johnson
menjadi kesempatan membangun citra dan bukan menjadi penyebab jatuhnya reputasi
perusahaan.
Dalam kasus ini Johnson &
Johnson menarikan kembali jutaan botol kapsul Tylenol. Perusahaan menghabiskan
setengah juta dollar untuk memberitahu pihak dokter, rumah sakit dan
distributor mengenai bahaya yang mungkin terjadi (Regester & Larkin,2008).
Hal ini membuktikan bahwa Johnson & Johnson bertindak cepat saat krisis
terjadi dan memiliki skenario kemungkinan terburuk dan bertanggung jawab atas
publik mereka.
- Tahap resolution (dormant stage).
Pada tahap ini, pada dasarnya
perusahaan dapat mengatasi isu dengan baikkarena pertanyaan- pertanyaan seputar
isu “dapat terjawab”, pemberitaan media mulai menurun, sehingga isu diasumsikan
telah berakhir. Pada kasus Tylenol, tahap ini terjadi ketika masyarakat Amerika
termasuk media massa memuji langkah-langkah yang diambil Johnson & Johnson
itu. Kemudian Johnson & Johnson bangkit kembali dalam bisnisnya dan melanjutkan
untuk meluncurkan produk Tylenol dengan kemasan baru dan memenangkan Silver
Anvil Award dari Public Relations Society of America untuk penanganan krisis
terbaik.
3. Jenis dan Tahapan Krisis
Jenis krisis yang terjadi pada
perusahaan Johnson & Johnsonadalah krisis malevonce. Menurut Kriyantono
(2012:177) krisis malevonce terjadi apabila seseorang atau sekelompok orang
mempunyai keinginan untuk menjatuhkan atau membahayakan organisasi, seperti
sabotase. Jadi, krisis yang dialami oleh perusahaan Johnson & Johnsonadalah
krisis malevonce karena krisis ini diakibatkan oleh ulah manusia yang entah
tidak sengaja atau sengaja telah memasukkan racun sianida pada saat proses
produksi obat Tylenol sehingga menimbulkan dampak yang sangat fatal yaitu
kematian yang menewaskan 7 warga di Chicago yang selanjutnya disusul oleh 250
kematian dan penyakit akibat mengkonsumsi Tylenol. Krisis ini membahayakan
perusahaan tidak hanya dari segi reputasi namun juga secara materi, perusahaan
mengalami kerugian hingga jutaan dolar.
Secara umum krisis berkembang
melalui tiga tahap (Coombs, 2010; Devlin. 2007; Smudde 2001). Tahapan tersebut
adalah :
·
Tahap
pra krisis (pre-crisis)
Tahap pra krisis terjadi ketika
situasi serius mulai muncul dan organisasi menyadarinya. Pada tahap ini, anggota
organisasi baik karyawan maupun pimpinan manajemen telah mengetahui tanda-tanda
akan terjadinya krisis. Pada kasus Johnson & Johnsontahap pra krisis
terjadi ketika ditetemukan racun sianida dalam produk kapsul Tylenol.
·
Tahap
krisis (acute crisis)
Tahap krisis (acute crisis)
terjadi ketika situasi tidak dapat dimanajemen dengan baik oleh organisasi
sehingga situasi tersebut menyebar luas ke luar organisasi. Pada kasus Johnson
& Johnsontahap ini terjadi ketika berita terkontaminasinya Tylenol dengan racun
sianida sudah menyebar ke massa serta munculnya pemberitaan di media tentang
dugaan 250 kematian dan penyakit yang dialami akibat konsumsi Tylenol.
·
Tahap
pascakrisis (post-crisis)
Tahap ini terjadi ketika krisis
sudah terakumulasi dan organisasi berupaya mempertahankan citranya. Pada masa
ini organisasi berupaya untuk memperbaiki segala akibat yang ditimbulkan krisis
(recovery). Tahap ini terjadi ketika perusahaan Johson dan Johson menarik semua
produk Tylenol serta menghentikan produk tersebut dari pasaran kemudian
melakukan. Perusahaan Johnson & Johnsonmenguji delapan juta tablet,
ternyata tidak lebih dari 75 tablet yang terkontaminasi. Pada akhirnya
perusahaan bangkit dan dengan berani meluncurkan kembali produk Tylenol dengan
kemasan baru. Bahkan puncak dari pascakrisis ini, Johnson &
Johnsonmemenangkan Silver Anvil Award dari Public Relations Society of America
untuk penanganan krisis. Sehingga perusahaan akhirnya bisa memulihkan
kepercayaan kembali dari masyarakat seperti sedia kala.
4. Respon yang dilakukan perusahaan
Respon yang dilakukan perusahaan
adalah menarik semua produk Tylenol dari masyarakat. Dalam pelaksanaannya,
penarikan tersebut meliputi 32 juta botol kapsul Tylenol dari seluruh tempat di
Amerika. Pelaksanaan penarikan itu juga dilakukan melalui iklan untuk menukar
kapsul dengan tablet baru Tylenol. Ribuan surat penawaran dikirimkan kepada
para penjual obat dengan pernyataan pernyataan yang sama dikirimkan lewat media
massa.
Kasus Johnson & Johnson ini
berbeda dengan kasus lainnya, karena pelanggaran dilakukan setelah produk
keluar dari pabrik. Namun, Tylenol merupakan produk Johnson & Johnson
sehingga perusahaan terjepit diantara kewajiban baik hukum, moral atau
kedua-duanya dengan obat yang menyandang namanya telah mengambil korban jiwa
manusia dan di pihak lain kerugian keuangan jika Johnson & Johnson
mengambil tindakan penyelamatan jiwa manusia dengan menarik puluhan juta botol
kapsul Tylenol dari peredaran.
Perusahaan juga melakukan
perubahan kemasan baru yang menyerap biaya tambahan sebesar $ 2,4 sen per botol
karena lebih canggih dan tidak bisa dibuka paksa. Biaya Kampanye penarikan stok
lama termasuk biaya diskon untuk para dealer pun cukup besar, sekitar $40 juta.
Keseluruhan biaya extra ini akhirnya menjadi $ 140 juta. Tambahan pula, Johnson
& Johnson mengahadapi tiga tuntutan hukum, sehubungan dengan kasus kematian
di Chicago, walaupun akhirnya berhasil memenangkan gugatan karena memang tidak
ada kaitan kematian para korban bisa dibuktikan terjadi akibat kelalaian
Johnson & Johnson.
Adapan langkah yang diambil oleh
Johnson & Johnson secara ringkas adalah sebagai berikut,
1. Menarik semua penjualan dan
pemasaran Tylenol di Amerika.
2. Melakukan pengujian terhadap
delapan juta tablet kapsul Tylenol, namun ternyata tidak lebih dari 75 tablet
yang terkontaminasi.
3. Menghabiskan uang hingga setengah
juta dollar untuk perawatan rumah sakit para korban yang keracunan Tylenol
sebagai bentuk pertanggungjawaban perusahaan.
4. Meluncurkan serta memasarkan
kembali kapsul Tylenol dengan kemasan yang baru.
Kesimpulan
1. Johnson & Johnson telah
menerapkan prinsip “worst case-possible scenario”. Ini menjadi salah satu kunci
keberhasilan Johnson & Johnson dalam menanganani krisis karena perusahaan
menerapkan prinsip skenario terburuk dengan rela mengalami kerugian dalam
jumlah yang cukup besar demi menyelamatkan korban.
2. Johnson & Johnson telah
merespon isu dengan cepat karena perusahaan langsung menarik semua penjualan
Tylenol dan segera melakukan ujicoba terhadap delapan juta kapsul Tylenol
terkait dengan kandungan asam sianida ketika kabar tentang tujuh warga Chicago
yang keracunan sianida akibat meminum kapsul Tylenol muncul di msyarakat.
3. Johnson & Johnson
mendahulukan keselamatan publik. Ini terbukti ketika pihak perusahaan tak segan
untuk mengeluarkan jutaan dolar untuk membiayai perawatan dan pengobatan para
korban yang keracunan asam sianida.
4. Johnson & Johnson telah
mempunyai rencana komunikasi krisis. Terbukti ketika kabar tentang tujuh warga
Chicago yang keracunan sianida akibat meminum kapsul Tylenol, perusahaan
langsung memberikan pengumuman kepada publik bahwa perusahaan akan menarik
semua penjualan Tylenol. Selain itu pihak perusahaan juga mendatangi FDA untuk
melakukan ujicoba terhadap delapan juta kapsul Tylenol terkait dengan kandungan
asam sianida.Bentuk aliran informasi berupa pengumuman dan kerjasama dengan
beberapa pihak tersebut bisa dikatakan sebagai upaya komunikasi krisis.
5. Johnson&Johson sudah
bijaksana dalam melakukan pendekatan komunikasi dengan pendekatan hukum. Dalam
sudut pandangan hukum, segala kesalahan pasti harus dipertanggungjawabkan.
Pihak perusahaan pun telah bertanggung jawab dengan membiayai perawatan rumah
sakit korban dan melakukan pengujian benar ataukan tidak bahwa semua produk
Tylenol-nya mengandung asam sianida.
Reference :
No comments:
Post a Comment