Etika dalam
Akuntansi Keuangan dan Akuntansi Manajemen
1.
Etika dalam Akuntansi Manajemen
Akuntansi
manajemen adalah disiplin ilmu yang berkenaan dengan penggunaan informasi
akuntansi oleh para manajemen dan pihak-pihak internal lainnya untuk keperluan
penghitungan biaya produk, perencanaan, pengendalian dan evaluasi, serta
pengambilan keputusan. Definisi akuntansi manajemen menurut Chartered Institute
of Management Accountant, yaitu Penyatuan bagian manajemen yang mencakup,
penyajian dan penafsiran informasi yang digunakan untuk perumusan strategi,
aktivitas perencanaan dan pengendalian, pembuatan keputusan, optimalisasi penggunaan
sumber daya, pengungkapan kepada pemilik dan pihak luar, pengungkapan kepada
pekerja. Akuntan manajemen mempunyai peran penting dalam menunjang tercapainya
tujuan perusahaan, dimana tujuan tersebut harus dicapai melalui cara yang legal
dan etis, maka para akuntan manajemen dituntut untuk bertindak jujur,
terpercaya, dan etis.
Bagi
organisasi yang terdesentralisasi, keluaran atau hasil dari sebuah divisi
dipakai sebagai masukan bagi divisi lain. Transaksi antar divisi ini
menyebabkan timbulnya suatu mekanisme transfer pricing. Transfer pricing
didefinisikan sebagai suatu harga jual khusus yang dipakai dalam pertukaran
antar divisi untuk pendapatan divisi penjual dan biaya divisi pembeli. Transfer
pricing sering disebut juga intracompany pricing yang merupakan harga yang
diperhitungkan untuk keperluan pengendalian manajemen atas transfer barang dan
jasa antar anggota perusahaan. Bila dicermati secara lebih lanjut, transfer
pricing dapat menyimpang secara signifikan dari harga yang disepakati. Oleh
karena itu transfer pricing juga sering dikaitkan dengan suatu rekayasa harga
secara sistematis yang bertujuan untuk mengurangi laba yang nantinya akan
mengurangi jumlah pajak atau bea dari suatu negara.
Perlu
dibuat beberapa kebijakan dalam usaha untuk membingkai etika transfer pricing.
Kebijakan transfer pricing perlu dibuat secara tersembunyi untuk menghidari
pemeriksaan dari otoritas pajak dan aspek lain selain pajak. Hal yang dibahas
dalam transfer pricing hanya dari segi komersial dan kurang memperhatikan perdagangan
dan harga. Pandangan Neo klasik perusahaan telah terkonsentrasi untuk
menentukan harga dalam transaksi transfer pricing. Kesalahpahaman akuntansi
yang umum dalam transfer pricingadalah masalah biaya internal. Transfer pricing
menimbulkan banyak sekali masalah dalam produksi barang atau jasa pada
perusahaan. Bahanbakuyang digunakan dapat berupa bahanbakudengan kualitas yang
rendah. Hal ini berpengaruh terhadapp kualitas barang yang dihasilkan.
Penghindaran pajak untuk maksimalisasi labanya. Cara yang digunakan oleh setiap
manajer divisi penjual atau pembeli dalam menggunakan alat yang bernama
transfer pricinguntuk menunjukan kinerja yang bagus kepada perusahaan. Cara
yang digunakan manajer dapat dengan cara yang baik atau menghalalkan berbagai
cara.
Tanggung
jawab yang dimiliki oleh seorang akuntan manajemen lebih luas dibandingkan
tanggung jawab seorang akuntan keuangan, yaitu:
●
Perencanaan,
menyusun dan berpartisipasi dalam mengembangkan sistem perencanaan, menyusun
sasaran-sasaran yang diharapkan, dan memilih cara-cara yang tepat untuk
memonitor arah kemajuan dalam pencapaian sasaran.
●
Pengevaluasian,
mempertimbangkan implikasi-implikasi historical dan kejadian-kejadian yang
diharapkan, serta membantu memilih cara terbaik untuk bertindak.
●
Pengendalian,
menjamin integritas informasi finansial yang berhubungan dengan aktivitas
organisasi dan sumber-sumbernya, memonitor dan mengukur prestasi, dan
mengadakan tindakan koreksi yang diperlukan untuk mengembalikan kegiatan pada
cara-cara yang diharapkan.
●
Menjamin
pertanggungjawaban sumber, mengimplementasikan suatu sistem pelaporan yang
disesuaikan dengan pusat-pusat pertanggungjawaban dalam suatu organisasi
sehingga sistem pelaporan tersebut dapat memberikan kontribusi kepada
efektifitas penggunaan sumber daya dan pengukuran prestasi manajemen.
●
Pelaporan
eksternal, ikut berpartisipasi dalam proses mengembangkan prinsip-prinsip
akuntansi yang mendasari pelaporan eksternal.
2.
Etika Profesional Akuntan
Manajemen
Kebiasaaan
beretika adalah sangat penting dalam menjalankan perekonomian kita telah memicu
berbagai perubahan peraturan dan permintaan perundang-undangan baru. Dalam
perekonomian yang baru, digital, dan berbasis kepercayaan, kepentingan sangat
dijunjung tinggi. Kejujuran perusahaan, yang diwujudkan dalam merek dan
reputasi, meningkatkan kepercayaan pelanggan, karyawan dan investor. Pengalaman
menunjukkan bahwa aset semacam ini harus dibangun lama dan penuh pengorbanan,
namun cepat dapat hilang dalam sekejap, dan jika hilang, maka kehilangan
segalanya. Akhirnya, untuk kebaikan semua orang termasuk perusahaan pencetak
laba adalah sangat penting untuk menjalankan bisnis dalam kerangka etika yang
membangun dan menjaga kepercayaan.
Ikatan
Akuntan Manajemen (Institute of Management Accountant – IMA) di Amerika Serikat
telah mengembangkan kode etik yang disebut Standar Kode Etik untuk Praktisi
Akuntan Manajemen dan Manajemen Keuangan (Standards of Ethical Conduct for
Practitioners of Management Accounting and Financial Management).
Ada
empat standar etika untuk akuntan manajemen yaitu:
Kompetensi
Artinya, akuntan harus memelihara pengetahuan dan keahlian yang sepantasnya, mengikuti hukum, peraturan dan standar teknis, dan membuat laporan yang jelas dan lengkap berdasarkan informasi yang dapat dipercaya dan relevan.
Praktisi manajemen akuntansi dan manajemen keuangan memiliki tanggung jawab untuk:
Artinya, akuntan harus memelihara pengetahuan dan keahlian yang sepantasnya, mengikuti hukum, peraturan dan standar teknis, dan membuat laporan yang jelas dan lengkap berdasarkan informasi yang dapat dipercaya dan relevan.
Praktisi manajemen akuntansi dan manajemen keuangan memiliki tanggung jawab untuk:
-
Menjaga
tingkat kompetensi profesional sesuai dengan pembangunan berkelanjutan,
pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki.
-
Melakukan
tugas sesuai dengan hukum, peraturan dan standar teknis yang berlaku.
-
Mampu
menyiapkan laporan yang lengkap, jelas, dengan informasi yang relevan serta
dapat diandalkan.
Kerahasiaan (Confidentiality)
Mengharuskan
seorang akuntan manajemen untuk tidak mengungkapkan informasi rahasia kecuali ada
otorisasi dan hukum yang mengharuskan untuk melakukan hal tersebut.
Praktisi
manajemen akuntansi dan manajemen keuangan memiliki tanggung jawab untuk:
-
Mampu
menahan diri dari mengungkapkan informasi rahasia yang diperoleh dalam
pekerjaan, kecuali ada izin dari atasan atau atas dasar kewajiban hukum.
-
Menginformasikan
kepada bawahan mengenai kerahasiaan informasi yang diperoleh, agar dapat
menghindari bocornya rahasia perusahaan. Hal ini dilakukan juga untuk menjaga
pemeliharaan kerahasiaan.
-
Menghindari
diri dari mengungkapkan informasi yang diperoleh untuk kepentingan pribadi
maupun kelompok secara ilegal melalui pihak ketiga.
Integritas
(Integrity)
Mengharuskan
untuk menghindari “conflicts of interest”, menghindari kegiatan yang dapat
menimbulkan prasangka terhadap kemampuan mereka dalam menjunjung etika.
Praktisi manajemen akuntansi dan manajemen keuangan memiliki tanggung jawab
untuk:
-
Menghindari
adanya konflik akrual dan menyarankan semua pihak agar terhindar dari potensi
konflik.
-
Menahan
diri dari agar tidak terlibat dalam kegiatan apapun yang akan mengurangi
kemampuan mereka dalam menjalankan tigas secara etis.
-
Menolak
berbagai hadiah, bantuan, atau bentuk sogokan lain yang dapat mempengaruhi
tindakan mereka.
-
Menahan
diri dari aktivitas negati yang dapat menghalangi dalam pencapaian tujuan
organisasi.
-
Mampu
mengenali dan mengatasi keterbatasan profesional atau kendala lain yang dapat
menghalagi penilaian tanggung jawab kinerja dari suatu kegiatan.
-
Mengkomunikasikan
informasi yang tidak menguntungkan serta yang menguntungkan
-
dalam
penilaian profesional.
-
Menahan
diri agar tidak terlibat dalam aktivitas apapun yang akan mendiskreditkan
profesi.
Objektivitas (Objectifity)
Mengharuskan
para akuntan untuk mengkomunikasikan informasi secara wajar dan objektif,
mengungkapan secara penuh (fully disclose) semua informasi relevan yang
diharapkan dapat mempengaruhi pemahaman user terhadap pelaporan, komentar dan
rekomendasi yang ditampilkan.
Praktisi
manajemen akuntansi dan manajemen keuangan memiliki tanggung jawab untuk:
-
Mengkomunikasikan
atau menyebarkan informasi yang cukup dan objektif.
-
Mengungkapkan
semua informasi relevan yang diharapkan dapat memberikan pemahaman akan laporan
atau rekomendasi yang disampaikan.
Creative Accounting
Istilah
creative menggambarkan suatu kemampuan berfikir dan menciptakan ide yang
berbeda daripada yang biasa dilakukan, juga dapat dikatakan mampu berfikir
diluar kotak (out-of-the box). Jaman sekarang diprofesi apapun kita berada
senantiasa dituntut untuk selalucreative. Namun pada saat kita mendengar
istilah ‘creative accounting’, seperti sesuatu hal yang kurang ‘etis’. Beberapa
pihak menafsirkan negative, dan berpandangan skeptis serta tidak menyetujui,
namun beberapa melihat dengan pandangan netral tanpa memihak.
Menurut
Susiawan (2003) creative accounting adalah aktifitas badan usaha untuk
memanfaatkan teknik dan kebijakan akuntansi guna mendapatkan hasil yang
diinginkan, seperti penyajian nilai laba atau asset yang lebih tinggi atau
lebih rendah tergantung motivasi mereka melakukannya. Menurut Myddelton (2009),
akuntan yang dianggap kreatif adalah akuntan yang dapat menginterpretasikan
grey area standar akuntansi untuk mendapatkan manfaat atau keuntungan dari
interpretasi tersebut.
Akuntansi
dengan standar yang berlaku, adalah alat yang digunakan manajemen (dengan
bantuan akuntan) untuk menyajikan laporan keuangan. Praktek akuntansi tentunya
tidak terlepas dari kebijakan manajemen dalam memilih metode yang sesuai dan
diperbolehkan. Kebijakan dan metode yang dipilih dipengaruhi oleh kemampuan
interpretasi standar akuntansi, dan kepentingan manajemen sendiri. Standar
akuntansi mengharuskan adanya pengungkapan (dislosure) atas praktek dan
kebijakan akuntansi yang dipilih, dan diterapkan. Dalam proses penyajian
laporan keuangan, potensial sekali terjadinya ‘asimetri informasi’ atau aliran
informasi yang tidak seimbang antara penyaji (manajemen) dan penerima informasi
(investor dan kreditor). Dalam hal ini yang memiliki informasi lebih banyak
(manajemen) “diduga” potensial memanfaatkannya informasi yang dimiliki untuk mengambil
keuntungan maksimal.
Pelaku
“creative accounting” sering juga dipandang sebagai opportunis. Dalam teori
keagenan (agency theory) dijelaskan, adanya kontrak antara pemegang saham
(principal) dengan manajer sebagai pengelola perusahaan (agent), dimana manajer
bertanggung jawab memaksimalkan kesejahteraan pemegang saham, namun disisi lain
manajer juga mempunyai kepentingan pribadi mengoptimalkan kesejahteraan mereka
sendiri melalui tercapainya bonus yang dijanjikan pemegang saham. Beberapa
studi empiris tentang prilaku yang memotivasi individu atau badan usaha
melakukan ‘creative accounting’ adalah: Motivasi bonus, motivasi hutang,
motivasi pajak, motivasi penjualan saham, motivasi pergantian direksi serta
motivasi politis.
Berdasarkan
hal tersebut maka muncullah pertanyaan: Apakah “creative accounting” atau
“earning management” legal dan etis? Menurut Velasques (2002) salah satu
karakteristik utama standar moral untuk menentukan etis atau tidaknya suatu
perbuatan adalah perbuatan tersebut tidak merugikan orang lain. Cara pandang
seseorang dan pengalaman hidup seseoranglah yang akan berpengaruh terhadap etis
tidaknya suatu perbuatan. Sehingga acuan terbaik dari “creative accounting”
atau “earning management” adalah Standar moral dan etika. Namun bagaimana
menilai prilaku manajemen dalam pelaporan keuangan? Pengungkapan atau
discolusre yang memadai adalah sebuah media yang diharuskan standar akuntansi,
agar manajemen dapat menjelaskan kebijakan dan praktek akuntansi yang dipilih.
Dua
jenis pengungkapan yang dapat diberikan dalam laporan keuangan yaitu:
1.
Mandatory
disclosure (pengungkapan wajib)
2.
Voluntary
discolure (pengungkapan sukarela)
Tentunya jika
manajemen dapat menggunakan media disclosure ini dalam menjelaskan kebijakan
dan praktek akuntansi yang dilakukan sehingga para pengguna paham dan dapat
menilai motivasi dibelakangnya, dan tidak merasa dirugikan, sehingga kebijakan
tersebut dapat dikatakan legal dan etis.
Whistle
Blowing
Whistle blowing
merupakan tindakan yang dilakukan oleh seseorang atau beberapa orang karyawan
untuk membocorkan kecurangan baik yang dilakukan oleh perusahaan atau atasannya
kepada pihak lain. Pihak yang dilaporkan ini bisa saja atasan yang lebih tinggi
ataupun masyarakat luas. Rahasia perusahaan adalah sesuatu yang konfidensial
dan memang harus dirahasiakan, dan pada umumnya tidak menyangkut efek yang
merugikan bagi pihak lain, entah itu masyarakat atau perusahaan lain. Whistle
blowing menyangkut kecurangan tertentu yang merugikan perusahaan sendiri maupun
pihak lain, apabila dibongkar atau disebarluaskanakan merugikan perusahaan,
paling minimal merusak nama baik perusahaan tersebut.
Whistle blowing dibagi menjadi
dua yaitu :
1.
Whistle
Blowing internal, yaitu kecurangan dilaporkan kepada pimpinan perusahaan
tertinggi, pemimpin yang diberi tahu harus bersikap netral dan bijak, loyalitas
moral bukan tertuju pada orang, lembaga, otoritas, kedudukan, melainkan pada
nilai moral: keadilan, ketulusan, kejujuran, dan dengan demikian bukan karyawan
yang harus selalu loyal dan setia pada pemimpin melainkan sejauh mana pimpinan
atau perusahaan bertindak sesuai moral.
2.
Whistle
Blowing eksternal, yaitu membocorkan kecurangan perusahaan kepada pihak luar
seperti masyarakat karena kecurangan itu merugikan masyarakat, motivasi
utamanya adalah mencegah kerugian bagi banyak orang, yang perlu diperhatikan
adalah langkah yang tepat sebelum membocorkan kecurangan terebut ke masyarakat,
untuk membangun iklim bisnis yang baik dan etis memang dibutuhkan perangkat legal
yang adil dan baik.
3.
Etika Dalam Akuntansi Keuangan
Akuntansi
keuangan merupakan bidang akuntansi yang mengkhususkan fungsi dan aktivitasnya
pada kegiatan pengolahan data akuntansi dari suatu perusahaan dan penyusunan
laporan keuangan untuk memenuhi kebutuhan berbagai pihak, yaitu pihak internal
dan eksternal. Oleh karena tujuan akuntansi keuangan adalah menyediakan
informasi kepada pihak yang berkepentingan, maka laporan keuangan harus
bersifat umum sehingga dapat diterima oleh semua pihak yang berkepentingan.
Laporan keuangan yang dimaksud harus mampu menunjukkan keadaan keuangan dan
hasil usaha perusahaan.
Laporan
keuangan tersebut harus mampu memberikan suatu rangkaian historis informasi
dari sumber-sumber ekonomi, dan kewajiban-kewajiban perusahaan, serta
kegiatan-kegiatan yang mengabaikan perubahan terhadap sumber-sumber ekonomi dan
kewajiban-kewajiban tersebut, yang dinyatakan secara kuantitatif dengan satuan
mata uang.
Seorang
akuntan keuangan bertanggung jawab untuk:
1.
Menyusun
laporan keuangan dari perusahaan secara integral, sehingga dapat digunakan oleh
pihak internal maupun pihak eksternal perusahaan dalam pengambilan keputusan.
2.
Membuat
laporan keuangan yang sesuai dengan karakterisitk kualitatif laporan keuangan
yaitu dapat dipahami, relevan, materialitas, keandalan (penyajian yang jujur,
substansi mengungguli bentuk, netralitas, pertimbangan sehat, kelengkapan),
dapat diperbandingkan, kendala informasi yang relevan dan handal (tepat waktu,
keseimbangan antara biaya dan manfaat, keseimbangan di antara karakterisitk
kualitatif), serta penyajian yang wajar.
4.
Perilaku Profesi Akuntan
Etika
dalam akuntansi seringkali disebut sebagai suatu hal yang klasik. Hal tersebut
dikarenakan pengguna informasi akuntansi menggunakan informasi yang penting
serta membuat berbagai keputusan. Profesi dalam akuntansi keuangan memegang
rasa tanggung jawab yang tinggi kepada publik. Tindakan akuntansi yang tidak
benar, tidak hanya akan merusak bisnis, tetapi juga merusak auditor perusahaan
yang tidak mengungkapkan salah saji. Kode etik yang kuat dan tingkat kepatuhan
terhadap etika dapat menyebabkan kepercayaan investor sehingga mengarah kepada
hal yang kepastian dan merupakan hal yang keamanan bagi para investor.
Para
akuntan dan auditor dapat menghindari dilema etika dengan memiliki pemahaman
yang baik tentang pengetahuan etika. Hal tersebut memungkinkan mereka dapat
membuat pilihan yang tepat. Mungkin hal itu tidak berdampak baik bagi
perusahaan tetapi dapat menguntungkan masyarakat yang bergantung pada akuntan
atau auditor. Aturan kode etik yang ada menjadi panutan bagi akuntan dan
auditor untuk mempertahankan standar etika dan memenuhi kewajiban mereka
terhadap masyarakat profesi dan organisasi yang mereka layani. Beberapa bagian
kode yang disoroti adalah integritas dan harus jujur dengan transaksi mereka,
objektivitas dan kebebasan dari konflik kepentingan, kebebasan auditor dalam
penampilan dan kenyataan, penerimaan kewajiban dan pengungkapan kerahasiaan
informasi non luar, kompetensi serta memiliki pengetahuan dan keterampilan
untuk melakukan pekerjaannya.
Kode Etik IAI
Kode Etik IAI
Kode
Etik Ikatan Akuntan Indonesia dimaksudkan sebagai panduan dan aturan bagi
seluruh anggota, baik yang berpraktik sebagai akuntan publik, bekerja di
lingkungan dunia usaha, pada instansi pemerintah, maupun di lingkungan dunia
pendidikan dalam pemenuhan tanggung-jawab profesionalnya. Tujuan profesi
akuntansi adalah memenuhi tanggung-jawabnya dengan standar profesionalisme
tertinggi, mencapai tingkat kinerja tertinggi, dengan orientasi kepada kepentingan
publik.
Untuk
mencapai tujuan tersebut terdapat empat kebutuhan dasar yang harus dipenuhi:
a.
Kredibilitas,
masyarakat membutuhkan kredibilitas informasi dan sistem informasi.
b.
Profesionalisme,
diperlukan individu yang dengan jelas dapat diidentifikasikan oleh pemakai jasa
Akuntan sebagai profesional di bidang akuntansi.
c.
Kualitas
Jasa, terdapatnya keyakinan bahwa semua jasa yang diperoleh dari akuntan
diberikan dengan standar kinerja tertinggi.
d.
Kepercayaan,
Pemakai jasa akuntan harus dapat merasa yakin bahwa terdapat kerangka etika
profesional yang melandasi pemberian jasa oleh akuntan.
Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia
terdiri dari tiga bagian:
1.
Prinsip
Etika,
2.
Aturan
Etika, dan
3.
Interpretasi
Aturan Etika.
Prinsip Etika
memberikan kerangka dasar bagi aturan etika, yang mengatur pelaksanaan
pemberian jasa profesional oleh anggota. Prinsip etika disahkan oleh Kongres
dan berlaku bagi seluruh anggota, sedangkan aturan etika disahkan oleh Rapat
Anggota Himpunan dan hanya mengikat anggota Himpunan yang bersangkutan.
Interpretasi Aturan Etika merupakan interpretasi yang dikeluarkan oleh badan
yang dibentuk oleh Himpunan setelah memperhatikan tanggapan dari anggota, dan
pihak-pihak berkepentingan lainnya, sebagai panduan dalam penerapan aturan
etika, tanpa dimaksudkan untuk membatasi lingkup dan penerapannya. Pernyataan
Etika Profesi yang berlaku saat ini dapat dipakai sebagai interpretasi dan atau
aturan etika sampai dikeluarkannya aturan dan interpretasi baru untuk menggantikannya.
Kepatuhan
Kepatuhan terhadap
Kode Etik, seperti juga dengan semua standar dalam masyarakat terbuka,
tergantung terutama sekali pada pemahaman dan tindakan sukarela anggota. Di
samping itu, kepatuhan anggota juga ditentukan oleh adanya pemaksaan oleh
sesama anggota dan oleh opini publik, dan pada akhirnya oleh adanya mekanisme
pemrosesan pelanggaran Kode Etik oleh organisasi, apabila diperlukan, terhadap
anggota yang tidak menaatinya. Jika perlu, anggota juga harus memperhatikan
standar etik yang ditetapkan oleh badan pemerintahan yang mengatur bisnis klien
atau menggunakan laporannya untuk mengevaluasi kepatuhan klien terhadap
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Prinsip Etika Profesi
Keanggotaan dalam
Ikatan Akuntan Indonesia bersifat sukarela, Dengan menjadi anggota, seorang
akuntan mempunyai kewajiban untuk menjaga disiplin diri di atas dan melebihi
yang disyaratkan oleh hukum clan peraturan. Prinsip Etika Profesi dalam Kode
Etik Ikatan Akuntan Indonesia menyatakan pengakuan profesi akan
tanggungjawabnya kepada publik, pemakai jasa akuntan, dan rekan. Prinsip ini
memandu anggota dalam memenuhi tanggung jawab profesionalnya dan merupakan
landasan dasar perilaku etika dan perilaku profesionalnya. Prinsip ini meminta
komitmen untuk berperilaku terhormat, bahkan dengan pengorbanan keuntungan
pribadi. Prinsip-prinsip berikut adalah:
Prinsip Pertama: Tanggung Jawab
Profesi
Dalam melaksanakan tanggung
jawabnya sebagai professional, setiap anggota harus senantiasa menggunakan
pertimbangan moral dan professional dalam semua kegiatan yang harus
dilakukannya. Sebagai profesional, anggota mempunyai peran penting dalam
masyarakat. Sejalan dengan peranan tersebut, anggota mempunyai tanggung jawab
kepada semua pemakai jasa profesional mereka. Anggota juga harus selalu
bertanggung jawab untuk bekerja sarna dengan sesama anggota untuk mengembangkan
profesi akuntansi, memelihara kepercayaan masyarakat, dan menjalankan
tanggung-jawab profesi dalam mengatur dirinya sendiri. Usaha kolektif semua
anggota diperlukan untuk memelihara dan meningkatkan tradisi profesi.
Prinsip Kedua: Kepentingan Publik
Setiap anggota berkewajiban untuk
senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati
kepercayaan publik, dan menunjukkan komitmen atas profesionalisme.
Prinsip Ketiga: Integritas
Untuk memelihara dan meningkatkan
kepercayaan publik, setiap anggota harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya
dengan integritas setinggi mungkin.
Prinsip Keempat: Obyektivitas
Setiap anggota harus menjaga
obyektivitas dan bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban
profesionalnya.
Prinsip Kelima: Kompetensi dan
Kehati-hatian Profesional
Setiap anggota harus melaksanakan
jasa profesionalnya dengan kehati-hatian, kompetensi dan ketekunan, serta
mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan ketrampilan
professional pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau
pemberi kerja memperoleh manfaat dari jasa professional yang kompeten
berdasarkan perkembangan praktik, legislasi, dan teknik yang paling mutakhir.
Prinsip Keenam: Kerahasiaan
Setiap anggota harus menghormati
kerahasiaan informasi yang diperoleh selama melakukan jasa professional dan
tidak boleh memakai atau menggungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan,
kecuali bila ada hak atau kewajiban professional atau hukum untuk
mengungkapkan.
Prinsip Ketujuh: Perilaku
Profesional
Setiap anggota harus berperilaku
yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang
dapat mendiskreditkan profesi. Kewajiban untuk menjauhi tingkah laku yang dapat
mendiskreditkan profesi harus dipenuhi oleh anggota sebagai perwujudan tanggung
jawabnya kepada penerima jasa, pihak ketiga, anggota yang lain, staf, pemberi
kerja dan masyarakat umum.
Prinsip Kedelapan: Standar Teknis
Setiap anggota harus melaksanakan
jasa professional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan hati-hati,
anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa
selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan objektivitas.
Standar teknis dan standar profesional yang hams ditaati anggota adalah standar
yang dikeluarkan oleh lkatan Akuntan Indonesia, International Federation of
Accountants, badan pengatur, dan peraturan perundang-undangan yang relevan.
Kode Perilaku Profesional
Profesional adalah orang yang
memiliki keahlian tertentu dan menggunakan keahlian yang dimilikinya dan mampu
mengemban tugas yang diamanatkan oleh masyarakat. Dalam istilah umum, tugas
yang diharapkan dari seorang professional adalah mempertahankan:
·
Memiliki
kompetensi dalam bidang keahlian
·
Objektifitas
dalam melakukan pelayanan
·
Integritas
dalam menangani klien
·
Konfidensial
sehubungan dengan permasalahan klien
·
Disiplin
atas anggota yang tidak menjalankan tugas sesuai dengan standar yang
diharapkan.
·
Mampu
mengemban tugas yang diamanatkan oleh masyarakat
·
Memiliki
moral yang baik
·
Memiliki
kejujuran
Contoh
Kasus Etika dalam Akuntansi Keuanagn dan Akuntansi Manajemen:
Sembilan KAP yang
Diduga Melakukan Koalisi dengan Kliennya. Jakarta, 19 April 2001. Indonesia
Corruption Watch (ICW) meminta pihak kepolisian mengusut sembilan Kantor
Akuntan Publik, yang berdasarkan laporan Badan Pengawas Keuangan dan
Pembangunan (BPKP), diduga telah melakukan kolusi dengan pihak bank yang pernah
diauditnya antara tahun 1995-1997. Koordinator ICW Teten Masduki kepada
wartawan di Jakarta, Kamis, mengungkapkan, berdasarkan temuan BPKP, sembilan
dari sepuluh KAP yang melakukan audit terhadap sekitar 36 bank bermasalah
ternyata tidak melakukan pemeriksaan sesuai dengan standar audit.
Hasil audit
tersebut ternyata tidak sesuai dengan kenyataannya sehingga akibatnya mayoritas
bank-bank yang diaudit tersebut termasuk di antara bank-bank yang dibekukan
kegiatan usahanya oleh pemerintah sekitar tahun 1999. Kesembilan KAP tersebut
adalah AI & R, HT & M, H & R, JM & R, PU & R, RY, S &
S, SD & R, dan RBT & R. “Dengan kata lain, kesembilan KAP itu telah
menyalahi etika profesi. Kemungkinan ada kolusi antara kantor akuntan publik
dengan bank yang diperiksa untuk memoles laporannya sehingga memberikan laporan
palsu, ini jelas suatu kejahatan,” ujarnya. Karena itu, ICW dalam waktu dekat
akan memberikan laporan kepada pihak kepolisian untuk melakukan pengusutan
mengenai adanya tindak kriminal yang dilakukan kantor akuntan publik dengan
pihak perbankan.
ICW menduga, hasil
laporan KAP itu bukan sekadar “human error” atau kesalahan dalam penulisan
laporan keuangan yang tidak disengaja, tetapi kemungkinan ada berbagai
penyimpangan dan pelanggaran yang dicoba ditutupi dengan melakukan rekayasa
akuntansi. Teten juga menyayangkan Dirjen Lembaga Keuangan tidak melakukan
tindakan administratif meskipun pihak BPKP telah menyampaikan laporannya,
karena itu kemudian ICW mengambil inisiatif untuk mengekspos laporan BPKP ini
karena kesalahan sembilan KAP itu tidak ringan. “Kami mencurigai, kesembilan
KAP itu telah melanggar standar audit sehingga menghasilkan laporan yang
menyesatkan masyarakat, misalnya mereka memberi laporan bank tersebut sehat
ternyata dalam waktu singkat bangkrut. Ini merugikan masyarakat. Kita mengharapkan
ada tindakan administratif dari Departemen Keuangan misalnya mencabut izin
kantor akuntan publik itu,” tegasnya. Menurut Tetan, ICW juga sudah melaporkan
tindakan dari kesembilan KAP tersebut kepada Majelis Kehormatan Ikatan Akuntan
Indonesia (IAI) dan sekaligus meminta supaya dilakukan tindakan etis terhadap
anggotanya yang melanggar kode etik profesi akuntan.
Analisis Kasus:
Dalam kasus
diatas, akuntan yang bersangkutan banyak melanggar kode etik profesi
akuntan,yaitu:
·
Kode
etik pertama yang dilanggar yaitu prinsip pertama tentang tanggung jawab
profesi: Prinsip tanggung jawab profesi ini mengandung makna bahwa akuntan
sebagai pemberi jasa professional memiliki tanggung jawab kepada semua pemakai
jasa mereka termasuk masyarakat dan juga pemegang saham.Dalam kasus ini, dengan
menerbitkan laporan palsu, maka akuntan telah menyalahi kepercayaan yang
diberikan masyarakat kepada mereka selaku orang yang dianggap dapat dipercaya
dalam penyajian laporan keuangan.
·
Kode
etik kedua yang dilanggar yaitu prinsip kepentingan publik: Prinsip kepentingan
publik adalah setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam
kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan
menunjukkan komitmen atas profesionalisme.Dalam kasus ini, para akuntan dianggap
telah menghianati kepercayaan publik dengan penyajian laporan keuangan yang
direkayasa.
·
Kode
etik yang ketiga yang dilanggar yaitu prinsip integritas: Prinsip integritas
yaitu untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus
memenuhi tanggung jawab profesionalnya, dengan integritas setinggi
mungkin.Dalam kasus ini, sembilan KAP tersebut tidak bersikap jujur dan
berterus terang kepada masyarakat umum dengan melakukan koalisi dengan
kliennya.
·
Kode
etik keempat yang dilanggar yaitu prinsip objektifitas: Prinsip objektifitas
yaitu setiap anggota harus menjaga obyektifitasnya dan bebas dari benturan
kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya.Dalam kasus ini, sembilan
KAP dianggap tidak objektif dalam menjalankan tugas. Mereka telah bertindak
berat sebelah yaitu, mengutamakan kepentingan klien dan mereka tidak dapat
memberikan penilaian yang adil, tidak memihak, serta bebas dari benturan
kepingan pihak lain.
No comments:
Post a Comment